Hi, Buddies! FDC punya cerita menarik nih mengenai kegiatan yang telah dilaksanakan pada 30 Juni lalu yang diadakan oleh WWF Indonesia yang termasuk dalam program “Plastic Free Ocean”. Pada kegiatan ini, WWF menggandeng Marine Debris Guard (Marga) Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana Bali. Kegiatan yang dilaksanakan di hotel Colonial Makassar ini awalnya dilatarbelakangi karena keprihatinan terhadap kondisi lautan yang saat ini dipenuhi oleh sampah plastik serta karena adanya predikat yang saat ini depegang oleh negara kita sebagai penyumbang sampah terhadap lautan terbesar kedua di dunia, sedangkan tujuan dari kegiatan ini selain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kondisi lautan adalah untuk menyebarluaskan pengetahuan mengenai monitoring marine debris dengan metode baru oleh CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation) yang merupakan organisasi di Australia yang bergerak dalam bidang penelitian.
Membahas mengenai monitoring marine debris beberapa dari kita mungkin sudah melakukannya dengan metode dari NOAA ya, buddies. Sehingga timbul pertanyaan seperti “apasih perbedaan dari kedua metode tersebut?’’ Nah, jika dilihat sekilas kedua metode ini sebenarnya hampir sama loh buddies, namun berbeda dengan metode monitoring dari NOAA (National Oceanic and Atmospheric Andministration), metode CSIRO ini lebih fleksibel mengenai persyaratan lokasi monitoring serta panjang transek yang digunakan. Selain itu metode oleh dari Australia ini dilengkapi pendataan sampah hingga identifikasi berdasarkan jenis dan merk dari sampah yang ditemukan.
Pelatihan oleh WWF ini dibawakan dengan baik oleh kak Made Putri Karidewi yang merupakan perwakilan dari WWF serta dua orang Perwakilan dari Marine Debris Guard (MARGA) yakni kak Abdi Jana serta kak Indra Putra Pratama. Kegiatan Monitoring serta pendataan marine debris ini sebenarnya baru dilakukan satu kali Indonesia yakni di sekeliling Pulau Bali dengan total 50 titik monitoring dengan jarak masing-masing lokasi pendataan yakni 10 km. Tidak hanya pelatihan dalam bentuk teori, pada kegiatan yang dilaksanakan dari pukul 08.00 WITA hingga 17.00 WITA ini juga melakukan simulasi monitoring di Pantai Biru Makassar yang hanya berjarak 200 meter dari lokasi pemberian materi. Simulasi ini dimulai dengan membagi peserta kedalam tiga kelompok sehingga pelaksanaanya lebih efektif dan masing-masing peserta memiliki peranan aktif dalam kelompoknya.
Setelah berkumpul dengan masing-masing kelompok dilengkapi dengan peralatan monitoring seperti GPS, kertas kuisoner dan transek, peserta kemudian menentukan titik transek 1, 2, dan 3 dan kemudian bertanggungjawab atas satu transek. Kegiatan dimulai dengan penarikan transek dari bibir pantai kearah atas/secara vertikal lalu kemudian diikuti dengan melakukan pendataan sampah yang terdapat pada 1 meter dikanan dan kiri transek. Meskipun dikerjakan dibawah sinar matahari yang terik semua peserta pelatihan melakukan pendataan dengan sangat antusias loh, buddies! setelah pendataan, seluruh peserta kembali ke hotel untuk melihat hasil olah data dari simulasi monitoring yang telah dilakukan sehingga didapatkan bahwa persentase sampah yang tertinggi yakni Soft Plastic atau plastik lunak sebanyak 48.23% yang terdiri dari pembungkus makanan, kantong plastik, sedotan minuman, serta plastik lunak jenis lainnya. kemudian diikuti oleh sampah kertas dengan persentase 23.40 %, gabus 5.67% lalu sampah tali plastik 4.26%, sampah besi 3.55 %, sedangkan18,44 % sisanya berasal dari alat penangkapan ikan/pancing, kain, karet, dan lain-lainnya yang masing-masing persentasenya hanya berkisar 1 persenan. Setelah melakukan sesi pertanyaan diketahui bahwa pendataan metode CSIRO ini dapat dikombinasikan dengan metode pendataan NOAA serta pelaksanaan clean up.