Artikel

Dampak Pemanasan Global Terhadap Terumbu Karang

Pemanasan global atau global warming adalah fenomena dengan meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, lautan, dan daratan bumi secara menyeluruh. Pemanasan global juga diartikan sebagai naiknya suhu bumi secara menyeluruh. Naiknya suhu bumi ini ditandai dengan es di Kutub yang mencair dan temperatur di berbagai tempat di seluruh dunia yang cenderung naik. Saat terjadi pemanasan global tersebut, suhu di bumi terasa makin panas. Selain itu, keadaan cuaca di bumi juga menjadi ekstrim dan tidak menentu. Dalam kondisi tersebut, tentu susah untuk bisa dihindari dan dihentikan secara menyeluruh. Hal itu dikarenakan pola hidup manusia yang terus berkembang dan berubah.

Salah satu dampak dari pemanasan global warming tersebut yaitu pemutihan karang. Pemutihan karang merupakan respon yang biasa terjadi terhadap karang sclreactinia dan alcyonaria, kima, dan anemon yang menyebabkan populasi symbiodinium (alga zooxanthellae) keluar / terdegradasi meninggalkan jaringan tissue karang yang menyebabkan pucat atau putih. Karang yang memutih masih hidup tapi dapat memicu kerusakan berikutnya, seperti terhambatnya pertumbuhan dan reproduksi. Kondisi ini kian mengancam biota laut, termasuk terumbu karang yang menjadi salah satu penyangga utama ekosistem ini.

Pemutihan massal terutama dipicu oleh pemanasan laut akibat terjadinya pemanasan global juga diperparah variabilitas. Aktivitas manusia telah meningkatkan konsentrasi karbondioksida di atmosfer dan gas yang memerangkap panas lainnya secara dramatis meningkatkan suhu permukaan global sekitar 1 derajat Celcius sejak zaman pra-industri. Naiknya suhu laut akibat peningkatan karbondioksida di atmosfer, telah menaikkan suhu di lautan, menyebabkan pemutihan karang terjadi semakin sering. Suhu air laut bahkan meningkat 1-2 derajat Celcius di atas suhu yang dapat menyebabkan karang memutih.

(Pemutihan karang pada 2016 terjadi di Perairan Selat Lombok. Tahun ini, pemutihan karang terjadi lagi. Foto ini diambil di perairan sekitar Gili Asahan, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Foto: Fatur Rakhman/ Mongabay Indonesia)

Kawasan segitiga karang dunia atau biasa disebut Coral Triangle, selama ini dikenal sebagai kawasan inti karena tingginya keanekaragaman terumbu karang di dunia. Berbagai upaya terus dilakukan negara-negara yang wilayahnya masuk dalam segitiga karang dunia untuk menyelamatkan terumbu karang yang tersisa saat ini.

Salah satu upaya yang dilakukan, adalah melalui The Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) yang dibentuk oleh enam negara, yaitu Indonesia, Timor Leste, Filipina, Malaysia, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Direktur Eksekutif CTI-CFF Widi Pratikno di Jakarta mengatakan, keberadaan terumbu karang di kawasan Segitiga harus selalu menjadi perhatian setiap negara yang tergabung di dalamnya. Hal itu, karena terumbu karang di wilayah tersebut mencakup 53 persen di dunia. Sebagai lembaga yang menginisiasi penyelamatan terumbu karang di enam negara, Widi mengakui, tantangan berat harus dilalui dalam setiap melaksanakan program. Selain dari masyarakat di kawasan pesisir, juga tantangan dari yang lainnya seperti pendanaan. Tercatat, perairan di Provinsi Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara menjadi tempat favorit biota laut untuk berkumpul. Di perairan Raja Ampat, Papua Barat; dan Maluku Utara, diketahui setidaknya terdapat minimal 600 spesies koral atau mencapai 75 persen dari total spesies yang dikenal di dunia.

Sebagai lembaga yang menginisiasi penyelamatan terumbu karang di enam negara, Widi mengakui, tantangan berat harus dilalui dalam setiap melaksanakan program. Selain dari masyarakat di kawasan pesisir, juga tantangan dari yang lainnya seperti pendanaan. Maka dari itu mari bersama-sama mengurangi aktivitas yang akan merugikan. Berbagai upaya yang perlu dilakukan agar tidak terjadi pemanasan global seperti dengan mengurangi penggunaan plastik yang merupakan bahan yang sulit terurai, menghemat energi dan lain sebagainya.

 

sumber :

Setiawan, F. Et al. 2017. Pemutihan Karang Akibat Pemanasan Global Tahun 2016 Terhadap Ekosistem Karan,Studi Kasus TWP Gili Matra Provinsi NTB, Journal of Fisheries an Marine Science Vol. 1 No.2 (2017) 39-54

https://www.mongabay.co.id

 

Penulis : Andi Desiah Pradilia (011.XVIII.AB.186)