Artikel

Ancaman Keberadaan Penyu Sisik

Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) adalah penyu yang memiliki ciri khas moncong berbentuk paruh, rahang atasnya melengkung ke bawah dan relatif tajam seperti burung kakak tua sehingga sering disebut “Hawksbill turtle”. Penyu jenis ini adalah pemakan moluska, spons, crustacea, ubur-ubur, rumput laut bahakan substrat yang melakat di karang sehingga terumbu karang menjadi sehat kembali. (Rachman et al., 2019).

(Searah Google)

Klasifikasi penyu sisik menurut Hirth (1971) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Metazoa

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Super Kelas : Tetrapoda

Kelas : Reptilia

Sub Kelas : Anapsida

Sub Ordo : Clyodira

Super Famili : Chelonioidea

Famili : Chelonlidae

Genus : Eretmochelys

Spesies : Eretmochelys iinbricata (Linnaeus)

Penyu sisik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

– Mempunyai empat pasang sisik costal dan lima buah sisik vertebral,

– Terdapat 2 pasang sisik prefrontal dan 3 atau 4 sisik postorbital pada kepala,

– Sisik pada karapasnya saling tumpang tindih membentuk genteng,

– Flipper berbentuk dayung dan masing-masing dilengkapi dua buah kuku (cakar),

– Paruhnya tajam digunakan untuk mencari makan di celah-celah batu karang laut serta sisiknya berwarna-warni sehingga mudah dikenali.

– Bagian dari penyu sisik yang bemilai tinggi sebagai komoditas adalah empat pasang sisik costal dan lima sisik vertebralnya.

Mengapa penyu sisik menjadi incaran para pemburu?

Penyu sisik mempunyai nilai ekonomis tinggi, dimana hewan ini diasanya ditangkap untuk dijadikan sebagai pembuatan barang-barang hiasan, Cangkang penyu sisik adalah sumber utama dari material cangkang kura-kura yang digunakan untuk bahan dekorasi atau hiasan. Nilai kulit sisik penyu sisik lebih tinggi bila dibandingkan dengan penyu hijau atau jenis penyu yang lain karena lebih tebal atau warnanya lebih bagus sehingga lebih banyak diincar oleh para pemburu. (Sari et al., 2020).

Dimana saja penyu sisik dapat dijumpai?

Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) sering ditemukan di pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni, jenis penyu ini banyak di temukan di Samudra Hindia dan Samudra Atlantik jenis ini sangat terikat sama perairan hangat.

Kenapa penyu sisik dilindungi?

Di dalam rantai makanan penyu merupakan aspek penting di lautan, Jika penyu tidak ada, maka populasi ubur-ubur akan meledak. Saat populasi ubur-ubur meledak di suatu wilayah, maka akan sulit untuk mengembalikan tatanan ekosistem seperti semula. Serta penyu sisik suka makan spons dan anemon yang memiliki ukuran besar sehingga membantu pertumbuhan karang.

Apa yang dilakukan untuk melindungi penyu?

Di Indonesia satwa ini dilindungi oleh undang-undang salah satu, pemerintah Indonesia mulai melakukan perlindungan penyu pertama kali melalui Keputusan Menteri Pertanian No.327/Kpts/Um/5/1978, yang pada awalnya hanya menyasar penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Kemudian, di tahun-tahun berikutnya (1980 dan 1990) spesies penyu lain menyusul. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, semua penyu berstatus dilindungi. Pada tahun yang sama juga dikeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Banyak cara yang dilakukan untuk melindungi keberadaan penyu diantaranya :

– Menjaga pantai dan laut untuk tetap bersih.

– Tidak membuat pencahayaan buatan di pantai untuk mencegah penyu yang akan bertelur mengalami disorentasi, dikarenakan penyu secara alami bertelur dipandu oleh cahaya bulan.

– Menjadi wisatawan yang bertanggungjawab.

DAFTAR PUSTAKA

Rachman, D., Kushartono, E. W., & Santosa, G. W. (2019). Suitability of Eretmochelys imbricate Hawksbill Turtles, Linnaeus, 1766 (Reptilia: Cheloniidae) at the Marine National Park Hall, Seribu Islands Jakarta. Journal of Marine Research, 8(2), 168–176.

Sari, F. Y., Pranoto, Y. S., & Purwasih, R. (2020). Analisis Usaha Ikan Asin (Studi Kasus Desa Rebo Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka). Journal of Integrated Agribusiness, 2(1), 20–36. https://doi.org/10.33019/jia.v2i1.1489

Penulis : Ambo Tuwo (011.XVIII.AB.185)